Langsung ke konten utama

Menulislah untuk Gaya Hidupmu

Oleh Lathifa Millati Saifullah
Universitas Negeri Malang
Merujuk pada kata-kata bijak John Champbell “Follow your bliss” menggiring saya untuk terus mengikuti salah satu kata hati saya, tetap menulis. Berulang kali saya gagal dalam kompetisi menulis fiksi dan non fiksi tak membuatku lantas berhenti dan menghindari kompetisi menulis lagi. Awalnya saya menulis imaginasi saya yang saya sebut hasil tulisan tersebut sebagai novel pertama saya. Saya menulisnya semasa saya kelas tiga Sekolah Dasar. Beberapa tahun kemudian, saya mencoba membuktikan pernyataan guru seni rupa di SMA bahwa ketika kita membaca tulisan kita semasa kecil, kita akan kagum dengan kemampuan kita sendiri. Itu memang benar adanya, tulisan saya semasa SD membuat diri saya tercengang, bagaimana bisa saya sudah mengetahui alur cerita seperti alur film layar lebar. Entah itu efek saya terlalu memuja diri saya ataukah itu benar adanya, namun yang pasti saat ibu saya membacanya beliua sempat bertanya “ini kisah nyatamu?” Meskipun pertanyaan ini tidak mengindikasikan apapun, tetapi ini cukup mengindikasikan bahwa ada orang yang berkenan membaca tulisan saya, singkat kata cukup menarik bagi mereka yang berkenan.
Penjelajahan menulis saya berlanjut. Saat itu saya masih SD, mungkin kelas 5 SD. Saya mencoba menuliskan naskah dengan bahasa inggris, setiap kata yang tidak saya ketahui, saya mencarinya dalam kamus(bukan alfalink). Setiap mencari kata baru, kedua mata saya jarang fokus pada tujuan, saya selalu mengintip kata yang lain kemudian mencoba mengingatnya. Saat ini saya sedang berpikir, bagaimana jika tidak ada aksara dan tidak ada orang yang mau menulis? Tentu saja saya mungkin tidak akan bisa menjajal untuk menulis naskah bahasa Inggris, bahkan bahasa Indonesia. Petualangan menarik saya dengan teks bahasa Inggris mulai kentara ketika tempat bimbingan belajar saya menyelenggarakan kompetisi english speech competition se-kota Blitar. Saya mencoba peruntungan saya dengan lomba tersebut. Saya menuliskan naskah saya sendiri tanpa melirik internet. Apa saja hal-hal yang saya ketahui dan berkaitan dengan naskah kemudian saya tuliskan. Piala pertama saya dapat saya raih dengan menulis dan berbicara di depan umum! Menggembirakan!
Awalnya, tujuan utama saya menulis adalah ingin memenangkan kompetisi hingga menjadi penulis hebat. Akhir-akhir ini saya mencoba mengubah pola pikir saya bahwa menjadi juara suatu kompetisi(dalam hal ini menulis) bukanlah hal yang paling utama(namun tetap utama hehe). Dalam tulisan saya sekarang, saya mengharapkan bahwa buah pikiran saya dapat diketahui orang lain. Karena saya agak kesulitan menyampaikan pendapat saya dalam keluarga saya, saya menuliskan semua argumen saya ketika saya sangat mengharapkan kedua orang tua saya memberikan restu dan izin mereka agar saya berkesempatan menjadi salah satu mahasiswi ilmu politik Universitas Gadjahmada melalui SBMPTN 2015 lalu. Ibu, kakak, dan adik perempuan saya menangis dengan tulisan emosional yang saya buat. Terlepas dari prahara saya dengan UGM, yang menjadi fokus saya adalah ternyata tulisan dapat mengendalikan emosi orang lain. Di sisi lain, ketika bibi dan kerabat saya membaca tulisan tersebut, mereka berkata bahwa saya alay. Itu maknanya, suatu tulisan dapat memberikan rasa yang berbeda-beda pada pembaca yang berbeda.
Berbicara mengenai efek yang ditimbulkan suatu tulisan, hal ini mengingatkan saya mengenai suatu cerita sejarah mengenai sosok presiden pertama Republik Indonesia yang konon katanya tetap menulis selama beliau dipenjara(sekalipun sejujurnya saya masih bingung, bagaimana mekanismenya, bagaimana keadaan penjaranya, mengapa penjajah tidak melarang, dan masih banyak lagi pertanyaan yang berputar dalam otak saya termasuk apakah buku pelajaran IPS saya semasa SD terlalu melebih-lebihkan kenyataan masa penjajahan?). Tulisan beliau kabarnya mampu memberikan semangat pada pejuang untuk kemerdekaan Indonesia. Ini adalah salah satu bukti bahwa tulisan mampu mengubah keadaan. Ketika berbicara mengenai isu kemerdekaan, saya teringat suatu postingan di line yang menyebutkan bahwa sebenarnya Belanda memnajajah Indonesia selama 35 tahun bukan 350 tahun. Namun angka 350 tahun inilah yang terus menerus saya pegang erat hingga saya membaca tulisan tersebut. Tulisan tersebut sangat berharga bagi kepercayaann diri saya. Dahulu saya adalah golongan orang yang pesimis terhadap negeri saya sendiri, bahkan saya pernah menjadi golongan xenosentris. Seringkali saya menganggap bahwa Indonesia tidak lebih baik dari negara-negara di benua Eropa. Namun, hari itu saya dibuat terbelalak dan tercengang bahwa ternyata saya patut berbangga diri menjadi bagian dari Indonesia. Ini artinya bahwa suatu tulisan dapat mengubah mindset seseorang dengan sangat cepat.
Membahas mengenai mindset, bagi saya mindset adalah salah satu barometer peradaban manusia. Namun, bagaimana generasi setelah kita dapat mengetahui mindset kita saat ini? Kita tidak perlu membuat menhir atau punden berundak, yang perlu kita lakukan adalah mengabadikan mindset yang kita miliki. Jika dahulu seseorang harus menjadi orang hebat, seperti raja, untuk dirinya dikenang dalam suatu prasasti, kini semua orang bisa mewujudkan impian untuk dikenang sepanjang masa, senyampang bumi ini masih berpenghuni. Bagaimana caranya? Tentu saja dengan menulis. Menulis bukan hanya dapat melegakan emosi yang kita miliki, tetapi juga membagikan emosi untuk pembaca. Bukan hanya emosi, pengetahuan juga dapat tersalurkan melalui suatu tulisan. Kita dapat memberikan informasi baru atau bahkan memunculkan kembali topik lama untuk dibahas. Ketika kita dapat memberikan informasi baru dan akurat kepada orang lain, itu tandanya kita adalah orang yang bermanfaat. Sedangkan ketika kita mampu memunculkan kembali topik lama untuk dibahas atau bahkan diperdebatkan melalui tulisan, itu maknanya kita telah berusaha menyatukan manusia dalam perbedaan argumen.
Paparan saya mengenai peran suatu tulisan kuranglah lengkap apabila saya tidak memberikan penekanan. Hal yang ingin saya tekankan pada tulisan saya kali ini adalah jadikanlah menulis sebagai gaya hidup! Ketika seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa meminum sesuatu, maka analogikanlah hal tersebut dengan menulis dalam hidup kita. Tulisan adalah salah satu barometer peradaban dunia, bahkan dunia dapat berubah dengan suatu tulisan. Maka, janganlah ragu menjadikan kegiatan menulis sebagai gaya hidup.

Malang, 1 Maret 2016 18:48


Catatan keras: Tulisan ini sangat membutuhkan kritikan disertai saran. Kritik disertai saran dapat dikirimkan ke alamat email lathifasaifullah@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

naskah pidato bahasa inggris/ speech text 2: THE ROLE OF SCIENCE IN EMPOWERING HUMAN AND ENVIRONTMENT OF INDONESIA

nb: naskah lolos ke babak 12 besar USF(Undip Science Fair) Speech Contest 2015 THE ROLE OF SCIENCE IN EMPOWERING HUMAN AND ENVIRONTMENT OF INDONESIA By LATHIFA MILLATI SAIFULLAH (STATE UNIVERSITY OF MALANG)                 What is the meaning of empowering? Base on dictionary empowering means giving power that I define here as science has a very big role in giving power to increase our quality of life. It is including our social of life and our environment. In this 21 st of century, the development of science is so rapid, it is proved when I was a kid, I should go to my friends’ houses to ask them to play with me. However, when I need them now, I just need to stay at home because we are connected by internet. Internet as one of sophisticated of science development gives us so many benefits. Even if some fuddy-duddies said that science development just can break our traditional culture, our nature, and...

2016 Winter Essay Competition - Essay Mama

   Sumber Gambar Halo Kawan Lathifa! Kali ini Lathifa akan berbagi pengalaman mengikuti lomba esai yang bernama Essay Mama Competition . Lomba ini Lathifa ikuti pada tahun 2016 di sesi winter . Meskipun namanya Essay Mama, bukan berarti lomba esai ini diperuntukkan khusus buat emak-emak ya... Hehehe... Bagi Kawan Lathifa yang penasaran dengan lomba ini, boleh langsung mampir ke sini ! Tapi, fyi jangan kecewa ya... Karena beberapa tahun belakangan ini Lathifa cek, lombanya sudah tidak diselenggarakan kembali. Meskipun sudah tidak diselenggarakan lagi, Kawan Lathifa bisa membaca karya-karya pemenang . Lumayan untuk belajar kan. Untuk Kawan Lathifa yang penasaran gimana sih karya yang Lathifa kirim, kuy cekidot!

Bhineka Tunggal Ika atau Bhineka Tunggal Aku?

LATHIFA MILLATI SAIFULLAH UNIVERSITAS NEGERI MALANG Perbedaan memiliki kata dasar beda yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang menjadikan berlainan(tidak sama) antara benda yang satu dan benda yang lain. Perbedaan sering kali kita temu dalam kehidupan sehari-hari mulai dari perbedaan fisik, strata sosial, jenis kelamin, orientasi seksual, agama dan keyakinan, ras, suku, bahasa, bahkan negara. Perbedaan secara fisik meliputi warna kulit, warna mata, bentuk hidung, berat badan, bentuk rambut, tinggi badan, dan lain sebagainya. Selain perbedaan fisik, manusia juga membuat derajat sosial mulai dari berderajat tinggi di masyarakat, biasa saja, hingga merupakan golongan yang dianggap tingkat bawah. Jenis kelamin meliputi laki-laki atau perempuan. Selain perbedaan jenis kelamin, baru-baru ini ramai dibahas mengenai perbedaan orientasi seksual yang meliputi heteroseksual, homoseksual, biseksual. Menyangkut pada panasnya perdebatan mengenai orientasi seksual, perbedaan y...